PIAGAM MADINAH
Saat sudah menetap di Madinah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mulai mengatur hubungan antar individu di Madinah. Berkait tujuan
ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menulis sebuah peraturan
yang dikenal dengan sebutan Shahîfah atau kitâb atau lebih dikenal
sekarang dengan sebutan watsîqah (piagam). Mengingat betapa penting
piagam ini dalam menata masyarakat Madinah yang beraneka ragam, maka
banyak ahli sejarah yang berusaha membahas dan meneliti piagam ini guna
mengetahui strategi dan peraturan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam menata masyarakatnya. Dari hasil penelitian mereka ini,
mereka berbeda pendapat tentang keabsahannya. Penulis kitab as Sîratun
Nabawiyah Fi Dhauil Mashâdiril Ashliyyah, setelah membawakan banyak
riwayat tentang piagam ini berkesimpulan bahwa riwayat tentang Piagam
Madinah derajatnya hasan lighairihi[1].
SEJARAH PENULISAN PIAGAM
Penulis kitab as Sîratun Nabawiyah as Shahîhah mengatakan : “Pendapat
yang kuat mengatakan bahwa piagam ini pada dasarnya terdiri dari dua
piagam yang disatukan oleh para ulama ahli sejarah. Yang satu berisi
perjanjian dengan orang-orang Yahudi dan bagian yang lain menjelaskan
kewajiban dan hak kaum muslimin, baik Anshâr maupun Muhâjirîn. Dan
menurutku, pendapat yang lebih kuat yang menyatakan bahwa perjanjian
dengan Yahudi ini ditulis sebelum perang Badar berkobar. Sedangkan
piagam antara kaum Muhâjirîn dan Anshâr ditulis pasca perang Badar[2].
At Thabariy rahimahullah mengatakan : “Setelah selesai perang Badar,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di Madinah. Sebelum
perang Badar berkecamuk, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
membuat perjanjian dengan Yahudi Madinah agar kaum Yahudi tidak membantu
siapapun untuk melawan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
(sebaliknya-pent) jika ada musuh yang menyerang beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam di Madinah, maka kaum Yahudi harus membantu Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah Rasulullah berhasil membunuh
orang-orang kafir Quraisy dalam perang Badar , kaum Yahudi mulai
menampakkan kedengkian ….. dan mulai melanggar perjanjian.[3] ”
Sedangkan kisah yang dibawakan dalam Sunan Abu Daud rahimahullah yang
menceritakan, bahwa setelah pembunuhan terhadap Ka’ab bin al Asyrâf
(seorang Yahudi yang sering menyakiti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam di Madinah) dan orang-orang Yahudi dan musyrik madinah
mengeluhkan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak mereka untuk membuat
sebuah perjanjian yang harus mereka patuhi. Lalu Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menulis perjanjian antara kaum Yahudi dan kaum
muslimin.
Ada kemungkinan ini adalah penulisan ulang terhadap perjanjian
tersebut. Dengan demikian, kedua riwayat tersebut bisa dipertemukan [4],
riwayat pertama yang dibawakan oleh para ahli sejarah yang menyatakan
kejadian itu sebelum perang Badar dan riwayat kedua yang dibawakan oleh
Imam Abu Daud rahimahullah yang menyatakan kejadian itu setelah perang
Badar.
ISI PIAGAM
Berikut ini adalah point-poin piagam yang kami bawakan secara ringkas [5] :
A. Point-Point Yang Berkait Dengan Kaum Muslimin
1. Kaum mukminin yang berasal dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan
yang bergabung dan berjuang bersama mereka adalah satu umat, yang lain
tidak.
2. Kaum mukminin yang berasal dari Muhâjirîn , bani Sa’idah, Bani
‘Auf, Bani al Hârits, Bani Jusyam, Bani Najjâr, Bani Amr bin ‘Auf, Bani
an Nabît dan al Aus boleh tetap berada dalam kebiasaan mereka yaitu
tolong-menolong dalam membayar diat di antara mereka dan mereka membayar
tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin.
3. Sesungguhnya kaum mukminin tidak boleh membiarkan orang yang
menanggung beban berat karena memiliki keluarga besar atau utang
diantara mereka (tetapi mereka harus-pent) membantunya dengan baik dalam
pembayaran tebusan atau diat.
4. Orang-orang mukmin yang bertaqwa harus menentang orang yang zalim
diantara mereka. Kekuatan mereka bersatu dalam menentang yang zhalim,
meskipun orang yang zhalim adalah anak dari salah seorang diantara
mereka.
5. Jaminan Allah itu satu. Allah k memberikan jaminan kepada kaum
muslimin yang paling rendah. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu
diantara mereka, tidak dengan yang lain.
6. Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kaum mukminin berhak
mendapatkan pertolongan dan santunan selama kaum Yahudi ini tidak
menzhalimi kaum muslimin dan tidak bergabung dengan musuh dalam
memerangi kaum muslimin
B. Point Yang Berkait Dengan Kaum Musyrik
Kaum musyrik Madinah tidak boleh melindungi harta atau jiwa kaum kafir
Quraisy (Makkah) dan juga tidak boleh menghalangi kaum muslimin darinya.
C. Point Yang Berkait Dengan Yahudi
1. Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.
2. Kaum Yahudi dari Bani ‘Auf adalah satu umat dengan mukminin. Kaum
Yahudi berhak atas agama, budak-budak dan jiwa-jiwa mereka. Ketentuan
ini juga berlaku bagi kaum Yahudi yang lain yang berasal dari bani
Najjâr, bani Hârits, Bani Sâ’idah, Bani Jusyam, Bani al Aus, Bani dan
Bani Tsa’labah. Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti
mereka (Yahudi).
3. Tidak ada seorang Yahudi pun yang dibenarkan ikut berperang, kecuali dengan idzin Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
4. Kaum Yahudi berkewajiban menanggung biaya perang mereka dan kaum
muslimin juga berkewajiban menanggung biaya perang mereka. Kaum muslimin
dan Yahudi harus saling membantu dalam menghadapi orang yang memusuhi
pendukung piagam ini, saling memberi nasehat serta membela pihak yang
terzhalimi
D. Point-Point Yang Berkait Dengan Ketentuan Umum
1. Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi warga pendukung
piagam ini. Dan sesungguhnya orang yang mendapat jaminan (diperlakukan)
seperti diri penjamin, sepanjang tidak melakukan sesuatu yang
membahayakan dan tidak khianat . Jaminan tidak boleh tidak boleh
diberikan kecuali dengan seizin pendukung piagam ini
2. Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung
piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, maka penyelesaiannya
menurut Allah Azza wa Jalla, dan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
3. Kaum kafir Quraisy (Mekkah) dan juga pendukung mereka tidak boleh diberikan jaminan keselamatan
4. Para pendukung piagam harus saling membantu dalam menghadapi musuh yang menyerang kota Yatsrib
5. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah
juga aman, kecuali orang yang zhalim dan khianat. Dan Allah Azza wa
Jalla adalah penjamin bagi orang yang baik dan bertakwa juga Muhammad
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pelajaran Dari Piagam Madinah
1. Piagam ini dianggap sebagai peraturan tertulis pertama di dunia
2. Para ulama tidak mengatakan bahwa diantara hukum-hukum yang
tercantum dalam piagam ini ada yang di nasakh kecuali perjanjian dengan
Yahudi atau non muslim dengan tanpa kewajiban membayar jizyah (pajak).
Hukum ini terhapus dengan firman Allah k dalam Surat at Taubah/9 : 29
3. Sebagian para ulama mengatakan bahwa hubungan kaum muslimin dengan
Yahudi yang terdapat dalam piagam tersebut sejalan dengan firman Allah
dalam al Qur’an Surat al Mumtahanah/60 : 8, yang artinya : Allah tiada
melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu.
4. Piagam ini telah mengatur berbagai sisi kehidupan umat
5. Dalam piagam ini terdapat landasan perundang-undangan, misalnya :
a. Pembentukan umat berdasarkan aqidah dan agama sehingga mencakup seluruh kaum muslimin dimanapun berada
b. Pembentukan umat atau jama’ah berdasarkan tempat tinggal, sehingga mencakup muslim dan non muslim yang tinggal disana
c. Adanya persamaan dalam pergaulan secara umum
d. Larangan melindungi pelaku kriminal
e. Larangan bagi kaum Yahudi untuk ikut berperang kecuali dengan idzin Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
f. Larangan perbuatan zhalim pada harta, kehormatan dan lain sebagainya
g. Larangan melakukan perjanjian damai secara pribadi dengan musuh
h. Larangan melindungi pihak musuh
i. Keharusan ikut andil dalam pembiayaan yang diperlukan dalam rangka membela negara
j. Keharusan membayar diyat dari yang melakukan pembunuhan
k. Tebusan tawanan
l. Melestarikan kebiasaan yang baik
Dinukil dari :
– as Sîratun Nabawiyah as Shahihah, DR Akram Dhiya’ al Umariy
– as Sîratun Nabawiyah Fi Dhauil Mashâdiril Ashliyyah, DR Mahdi Rizqullah Ahmad
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XII/1430H/2009.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnotes
[1]. as Sîratun Nabawiyah Fi Dhauil Mashâdiril ashliyyah, hlm. 312
[2]. As sîratun nabawiyah as Shahîhah, hlm. 277
[3]. Târîkhur Rusul wal Mulûk. Lihat as Sîratun Nabawiyah as Shahîhah, hlm. 278
[4]. as Sîratun Nabawiyah as Shahihah, hlm. 278
[5]. Ringkasan ini kami nukilkan dari as Sîratun Nabawiyah Fi Dhauil Mashâdiril Ashliyyah, hlm. 306-307
Thursday, March 30, 2017
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment